UKT di Universitas Nasional Yogyakarta Masih Bermasalah
Ada yang menarik dari pertemuan Tim Kunjungan Kerja Komisi X DPR RI dengan Rektor-rektor Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta, yaitu Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Universitas Nasional Yogyakarta (UNY) masih menjadi masalah.
Wakil Rektor I UNY Wardan Suyanto menyatakan pada waktu pertama kali UKT diterapkan memang ada penuruan yang signifikan. Karena dari yang biasanya ada sumbangan bebas dari sumbangan awal dari mahasiswa. “Namun, setelah menjadi UKT kemudian turunnya juga cukup signifikan. Ini yang kami rasakan,” katanya.
Menurut Wardan, yang lebih menarik lagi dengan UKT yaitu adanya syarat sekian persen untuk yang di bawah. Tadinya mau subsidi silang dengan UKT yang diatas, ternyata UKT yang di atas itu juga minta turun.
“Mungkin mahasiswa UNY kategorinya menengah ke bawah, sehingga UKT kita tentukan Rp 4 juta saja mahasiswa minta turun. Sehingga, kalau tidak ditunjang dengan BO PTN, kami tidak tahu. BO PTN masih diperlukan,” imbuh Wardan.
Saat ini, lanjutnya, untuk yang dibawah ditopang dengan bidik misi. Untuk bidik misi ini, UNY melakukan survey ke rumah-rumah mahasiswa yang kekurangan. Menurutnya, tanpa bidik misi mereka tidak akan mampu untuk kuliah. “Yang menjadi kendala adalah kadang-kadang bidik misi datangnya belakangan,” ujarnya.
“Datangnya belakangan, kalau kita meminjamkan ke mahasiswa yang kesulitan disalahkan oleh Inspektorat maupun BPK. Disisi kemanusiaan kita perlu membantu, namun disisi lain kita salah secara administrasi,” tambahnya.
Ia mengharapkan ada kebijakan lain dari kementerian untuk yang dibawah. Mungkin ada mekanisme lain, karena yang dirasakan mahasiswa bahwa sebelum UKT itu tidak ada yang minta turun SPP. SPPnya sama hanya uang mukanya saja yang berbeda-beda.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi X dari PKS Abdul Kharis Almasyhari yang memimpin pertemuan tersebut menyatakan bahwa dari hasil pertemuan Komisi X DPR dengan 20 Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) PTN Indonesia ternyata biaya yang ditanggung mahasiswa itu lebih kecil sebelum adanya UKT.
“Ketika kami memperhatikan hasil simulasi yang dilakukan BEM UI, kami kaget juga. Rupanya mereka sudah menghitung, ternyata yang ditanggung oleh mahasiswa rata-rata lebih ringan ketika ada uang gedung dan lain-lain,” jelas Kharis di UPN Yogyakarta, Senin, (21/12/2015)
Ternyata, kata Kharis lagi, dengan adanya uang Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) dan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) ditotal dengan jumlah rata-rata mahasiswa setelah disimulasikan ternyata lebih irit dan lebih kecil ketika dibandingkan sudah ada UKT.
“Kami kaget juga dengan UKT ternyata lebih mahal. Bayangan kami dengan adanya UKT jadi lebih ringan ternyata tidak. Setelah dihitung lebih tinggi UKT”, tegas Kharis. (sc), foto : suciati/parle/hr.